Analisa Etika Profesi Akuntansi pada Gayus Tambunan
Kelompok 5
Anggota Kelompok:
1.
Ani Findriyanti
2.
Devy Herliani
3.
Estu Dwi
Hardiyanti
4.
Indra Ferdian
Saputra
5.
Lulu Permata
Sorayah
6.
Putri Intan
Prafanda
7.
Siti Hanna Rahma
S.
8.
Triana Wulandari
KASUS GAYUS
TAMBUNAN (2010)
Berawal tudingan Mantan Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Susno Duadji
tentang adanya praktek mafia hukum di tubuh Polri dalam penanganan kasus money
laundring oknum pegawai pajak bernama Gayus Halomoan Tambunan yang merembet
kepada Kejaksaan Agung dan Tim Jaksa Peneliti, Tim Jaksa Peneliti akhirnya bersuara
mengungkap kronologis penanganan kasus Gayus H. Tambunan. Berikut ini
kronologis penanganan kasus Gayus H. Tambunan menurut Tim Peneliti Kejaksaan
Agung.
Kasus bermula dari kecurigaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) terhadap rekening milik Gayus H. Tambunan di Bank Panin. Polri
kemudian melakukan penyelidikan terhadap kasus ini. Tanggal 7 Oktober 2009
penyidik Bareskrim Mabes Polri menetapkan Gayus H. Tambunan sebagai tersangka
dengan mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Dalam berkas yang dikirimkan penyidik Polri kepada kejaksaan, Gayus H.
Tambunan dijerat dengan tiga pasal berlapis yakni pasal korupsi, pencucian
uang, dan penggelapan. Hal ini karena Gayus H. Tambunan adalah seorang pegawai
negeri dan memiliki dana Rp. 25 miliar di Bank Panin.
Hasil penelitian jaksa menyebutkan bahwa hanya terdapat satu pasal yang
terbukti terindikasi kejahatan dan dapat dilimpahkan ke Pengadilan, yaitu
penggelapan namun hal ini tidak terkait dengan uang senilai Rp. 25 milliar yang
diributkan PPATK dan Polri. Untuk korupsi terkait dana Rp.25 milliar tidak
dapat dibuktikan karena dalam penelitian ternyata uang tersebut merupakan
produk perjanjian Gayus dengan Andi Kosasih. Andi Kosasih adalah pengusaha
garmen asal Batam yang mengaku pemilik uang senilai hampir Rp. 25 miliar di
rekening Bank Panin milik Gayus H. Tambunan. Hal ini didukung dengan adanya
perjanjian tertulis antara terdakwa (Gayus H. Tambunan) dan Andi Kosasih yang
ditandatangani tanggal 25 Mei 2008.
Menurut Cirrus Sinaga selaku anggota Tim Jaksa Peneliti kasus Gayus, Gayus
H. Tambunan dan Andi Kosasih awalnya berkenalan di pesawat. Kemudian keduanya
berteman karena merasa sama-sama besar, tinggal dan lahir di Jakarta Utara.
Karena pertemanan keduanyalah Andi Kosasih meminta Gayus H. Tambunan mencarikan
tanah dua hektar untuk membangun ruko di kawasan Jakarta Utara. Biaya yang
dibutuhkan untuk pengadaan tanah tersebut sebesar US$ 6 juta. Namun Andi
Kosasih baru menyerahkan uang sebesar US$ 2.810.000. Andi menyerahkan uang
tersebut kepada Gayus melalui transaksi tunai di rumah orang tua istri Gayus
lengkap dengan kwitansinya, sebanyak enam kali yaitu pada tanggal 1 Juni 2008
sebesar US$ 900.000, tanggal 15 September 2008 sebesar US$ 650.000, tanggal 27
Oktober 2008 sebesar US$ 260.000, tanggal 10 November 2008 sebesar US$ 200.000,
tanggal 10 Desember 2008 sebesar US$ 500.000, dan terakhir pada tanggal 16
Februari 2009 sebesar US$ 300.000. Andi Kosasih menyerahkan uang tersebut
karena dia percaya kepada Gayus H. Tambunan.
Menurut Cirrus Sinaga, dugaan money laundring hanya tetap menjadi dugaan
karena Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) sama sekali
tidak dapat membuktikan uang senilai Rp. 25 milliar tersebut merupakan uang
hasil kejahatan pencucian uang (money laundring). PPATK telah dihadirkan dalam
kasus tersebut sebagai saksi. Dalam proses perkara, PPATK tidak bisa
membuktikan transfer rekening yang diduga tindak pidana.
Dari perkembangan proses penyidikan kasus tersebut, ditemukan juga adanya aliran
dana senilai Rp 370 juta di rekening lainnya di Bank BCA milik Gayus H.
Tambunan. Uang tersebut diketahui berasal dari dua transaksi yaitu dari PT.Mega
Cipta Jaya Garmindo. PT. Mega Cipta Jaya Garmindo adalah perusahaan milik
pengusaha Korea, Mr. Son dan bergerak di bidang garmen. Transaksi dilakukan
dalam dua tahap yaitu pada tanggal 1 September 2007 sebesar Rp. 170 juta dan 2
Agustus 2008 sebesar Rp. 200 juta.
Setelah diteliti dan disidik, uang senilai Rp.370 juta tersebut diketahui
bukan merupakan korupsi dan money laundring tetapi penggelapan pajak murni.
Uang tersebut dimaksudkan untuk membantu pengurusan pajak pendirian pabrik
garmen di Sukabumi. Namun demikian, setelah dicek, pemiliknya Mr Son, warga
Korea, tidak diketahui berada di mana. Uang tersebut masuk ke rekening Gayus H.
Tambunan tetapi ternyata Gayus tidak urus pajaknya. Uang tersebut tidak
digunakan oleh Gayus dan tidak dikembalikan kepada Mr. Son sehingga hanya diam
di rekening Gayus. Berkas P-19 dengan petujuk jaksa untuk memblokir dan
kemudian menyita uang senilai Rp 370 juta tersebut. Dalam petunjuknya, jaksa
peneliti juga meminta penyidik Polri menguraikan di Berita Acara Pemeriksaan
(BAP) keterangan tersebut beserta keterangan tersangka (Gayus H. Tambunan).
Dugaan penggelapan yang dilakukan Gayus diungkapkan Cirrus Sinaga secara
terpisah dan berbeda dasar penanganannya dengan penanganan kasus money
laundring, penggelapan dan korupsi senilai Rp. 25 milliar yang semula
dituduhkan kepada Gayus. Cirrus dan jaksa peneliti lain tidak menyinggung soal
Rp 25. milliar lainnya dari transaksi Roberto Santonius, seorang konsultan
pajak. Kejaksaan pun tak menyinggung apakah mereka pernah memerintahkan
penyidik Polri untuk memblokir dan menyita uang dari Roberto ke rekening Gayus
senilai Rp 25 milyar itu.
Sebelumnya, penyidik Polri melalui AKBP Margiani, dalam keterangan persnya
mengungkapkan bahwa jaksa peneliti dalam petunjuknya (P-19) berkas Gayus
memerintahkan penyidik untuk menyita besaran tiga transaksi mencurigakan di
rekening Gayus. Adapun tiga transaksi itu diketahui berasal dari dua pihak,
yaitu Roberto Santonius dan PT. Mega Jaya Citra Termindo. Transaksi yang
berasal dari Roberto, yang diketahui sebagai konsultan pajak bernilai Rp. 25
juta, sedangkan dari PT. Mega Jaya Citra Termindo senilai Rp. 370 juta.
Transaksi itu terjadi pada tanggal 18 Maret, 16 Juni dan 14 Agustus 2009. Uang
senilai Rp. 395 juta tersebut disita berdasarkan petunjuk dari jaksa peneliti
kasus itu.
Berkas Gayus dilimpahkan ke pengadilan. Jaksa mengajukan tuntutan 1 (satu)
tahun dan masa percobaan 1 (satu) tahun. Dari pemeriksaan atas pegawai
Direktorat Jenderal Pajak itu sebelumnya, beredar kabar bahwa ada
"guyuran" sejumlah uang kepada polisi, jaksa, hingga hakim
masing-masing Rp 5 miliar. Diduga gara-gara ‘guyuran’ uang tersebut Gayus
terbebas dari hukuman. Dalam sidang di Pengadilan Negeri Tangerang tanggal 12
Maret 2010, Gayus yang hanya dituntut satu tahun percobaan, dijatuhi vonis
bebas.
Menurut Yunus Husein, Ketua PPATK, "Mengalirnya uang belum kelihatan
kepada aparat negara atau kepada penegak hukum. Namun anehnya penggelapan ini
tidak ada pihak pengadunya, pasalnya perusahaan ini telah tutup. Sangkaan
inilah yang kemudian maju ke persidangan Pengadilan Negeri Tangerang. Di
Pengadilan Negeri Tangerang, Gayus tidak terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana penggelapan. Hasilnya, Gayus divonis bebas.”
Sosok Gayus dinilai amat berharga karena ia termasuk saksi kunci dalam
kasus dugaan makelar kasus serta dugaan adanya mafia pajak di Direktorat
Jenderal Pajak. Belum diketahui apakah Gayus melarikan diri lantaran takut atau
ada tangan-tangan pihak tertentu yang membantunya untuk kabur supaya kasus yang
membelitnya tidak terbongkar sampai ke akarnya. Satgas Pemberantasan Mafia
Hukum meyakini kasus Gayus H. Tambunan bukan hanya soal pidana pengelapan
melainkan ada juga pidana korupsi dan pencucian uang.
Gayus diketahui berada di Singapura. Dia meninggalkan Indonesia pada Rabu
24 Maret 2010 melalui Bandara Soekarno-Hatta. Namun dia pernah memberikan
keterangan kepada Satgas kalau praktek yang dia lakukan melibatkan
sekurang-kurangnya 10 rekannya. Imigrasi tidak mengetahui posisi Gayus.
Satgas Pemberantasan Mafia Hukum mengatakan bahwa kasus markus pajak dengan
aktor utama Gayus H. Tambunan melibatkan sindikasi oknum polisi, jaksa, dan
hakim. Satgas menjamin oknum-oknum tersebut akan ditindak tegas oleh
masing-masing institusinya, koordinasi perkembangan ketiga lembaga tersebut
terus dilakukan bersama Satgas. Ketiga lembaga tersebut sudah berjanji akan
melakukan proses internal. Kasus ini merupakan sindikasi (jaringan) antar
berbagai lembaga terkait.
Perkembangan selanjutnya kasus Gayus melibatkan Komjen Susno Duadji,
Brigjen Edmond Ilyas, Brigjen Raja Erisman. Setelah 3 kali menjalani
pemeriksaan, Komjen Susno Duadji menolak diperiksa Propam. Alasannya, dasar
aturan pemeriksaan sesuai dengan Pasal 45, 46, 47, dan 48 UU No 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Pasal 25 Perpres No. I Tahun
2007 tentang Pengesahan Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan, harus
diundangkan menteri dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM.
Komisi III DPR menyatakan siap memberi perlindungan hukum untuk Komjen
Susno Duadji. Pada tanggal 30 Maret 2010, polisi telah berhasil mendeteksi
posisi keberadaan Gayus di negara Singapura dan menunggu koordinasi dengan
pihak pemerintah Singapura untuk memulangkan Gayus ke Indonesia. Polri mengaku
tidak akan seenaknya melakukan tindakan terhadap Gayus meski yang bersangkutan
telah diketahui keberadaannya di Singapura.
Pada tanggal 31 Maret 2010, Tim Penyidik Divisi Profesi dan Pengamanan
(Propam) Polri memeriksa tiga orang sekaligus. Selain Gayus H. Tambunan dan
Brigjen Edmond Ilyas, ternyata Brigjen Raja Erisman juga ikut diperiksa.
Pemeriksaan dilakukan oleh tiga tim berbeda. Tim pertama memeriksa berkas
lanjutan pemeriksaan Andi Kosasih, tim kedua memeriksa adanya keterlibatan
anggota polri dalam pelanggaran kode etik profesi, dan tim ketiga menyelidiki
keberadaan dan tindak lanjut aliran dana rekening Gayus.
Pada tanggal 7 April 2010, Komisi III DPR mengendus seorang jenderal
bintang tiga di Kepolisian diduga terlibat dalam kasus Gayus H. Tambunan dan
seseorang bernama Syahrial Johan ikut terlibat dalam kasus penggelapan pajak
yang melibatkan Gayus H. Tambunan, dari Rp. 24 milliar yang digelapkan Gayus,
Rp. 11 milliar mengalir kepada pejabat kepolisian, Rp. 5 milliar kepada pejabat
kejaksaan dan Rp. 4 milliar di lingkungan kehakiman, sedangkan sisanya mengalir
kepada para pengacara.
Analisis secara umum:
Berdasarkan kasus diatas, seharusnya Gayus selaku
pegawai pajak melakukan pertanggungjawaban sebagai profesional yang senantiasa
menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam setiap kegiatan yang
dilakukannya. Selain itu seharusnya tidak melanggar prinsip etika profesi yang
kedua,yaitu kepentingan publik, yaitu dengan cara menghormati kepercayaan
publik. Kemudian tetap memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik sesuai
dengan prinsip integritas. Seharusnya tidak melanggar juga prinsip obyektivitas
yaitu dimana setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari
benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Analisis secara khusus:
1.
Tanggung Jawab
Profesi,
Ketika melaksanakan
tanggungjawabnya sebagai seorang profesional, setiap anggota harus
mempergunakan pertimbangan moral dan juga profesional didalam semua
aktivitas/kegiatan yang dilakukan. Berdasarkan kasus diatas, Gayus melanggar
prinsip ini karena kegiatan menyimpang yang dilakukan Gayus tidak didasari
dengan pertimbangan moral dan tidak profesional. Menerima suap dan mengatur
kasus perpajakan adalah prilaku Gayus yang melanggar prinsip kode etik tanggung
jawab profesi ini.
2.
Kepentingan
Publik,
Setiap anggota harus
senantiasa bertindak dalam krangka memberikan pelayanan kepada publik,
menghormati kepercayaan yang diberikan publik, serta menunjukkan komitmennya
sebagai profesional. Berdasarkan kasus diatas, Dengan Gayus menerima suap dari
perusahaan yang menginginkan pembayaran pajak mereka lebih kecil, maka otomatis
prinsip ini dilanggar. Karena jika Gayus menerima suap, maka jumlah pajak yang
diterima negara tidak sebesar seharusnya.
3.
Integritas
Guna menjaga dan juga
untuk meningkatkan kepercayaan publik, tiap tiap anggota wajib memenuhi
tanggungjawabnya sebagai profesional dengan tingkat integritas yang setinggi
mungkin. Bedasarkan kasus diatas, menunjukan bahwa Gayus melanggar prinsip kode
etik ini, Gayus telah mengutamakan kepentingan pribadinya dibandingkan
kepentingan publik.
4.
Obyektivitas
Tiap individu anggota
berkeharusan untuk menjaga tingkat keobyektivitasnya dan terbebas dari
benturan-benturan kepentingan dalam menjalankan tugas kewajiban profesionalnya.
Berdasarkan kasus diatas, Gayus tidak bersikap objektif dalam menjalankan
tugasnya. Sebagai pegawai Dirjen Pajak seharusnya dia dapat bersikap objektif
terhadap wajib pajak. tetapi yang dilakukan malah membantu wajib pajak untuk
menang dalam pengadilan pajak dan menerima imbalan atas jasa tersebut.
5.
Kompetensi dan
sifat kehati hatian
Tiap anggota harus
menjalankann jasa profesional dengan kehati hatian, kompetensi dan ketekunan
serta memiliki kewajiban memepertahankan keterampilan profesional pada
tingkatan yang dibutuhkan guna memastikan bahwa klien mendapatkan manfaat dari
jasa profesional yang diberikan dengan kompeten berdasar pada perkembangan
praktek, legislasi serta teknik yang mutahir. Dalam prinsip ini memang Gayus
memperlakukan kliennya dengan sangat baik. Akan tetapi Gayus melanggar satu hal
yang sangat penting dalam prinsip ini yaitu sikap hati-hati dan profesionalnya.
6.
Perilaku
Profesional
Tiap anggota wajib
untuk berperilaku konsisten dengan reputasi jang baik dan menjauhi
kegiatan/tindakan yang bisa mendiskreditkan profesi. Hal ini yang dilanggar
oleh Gayus, Gayus telah melakukan tindakan yang membuat institusi dan pekerjaan
sebagai pegawai Dirjen Pajak sama seperti sarang korupsi.
7.
Standar Teknis
Anggota harus
menjalankan jasa profesional sesuai standar teknis dan standard proesional yang
berhubungan/relevan. tiap tiap anggota memiliki kewajiban melaksanakan penugasan
dari klien selama penugasan tersebut tidak berseberangan dengan prinsip
integritas dan prinsip objektivitas. Berdasarkan kasus diatas, Jelas terlihat
bahwa prilaku Gayus sangat menyimpang dari standar pekerjaan aparat Dirjen
Pajak. Aparat Dirjen Pajak dilarang keras menerima suap dari wajib pajak. Akan
tetapi hal ini dilakukan oleh Gayus.
Komentar
Posting Komentar