Tugas pertemuan 2

Aspek Hukum dalam Ekonomi
Ani Findriyanti (21212039)

HUKUM PERIKATAN
I.          Pengertian Perikatan
Perikatan adalah hukun yang terjadi diantara dua orang pihak atau lebih yakni pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi, begitu juga sebaliknya.
Dalam bahasa Belanda perikatan disebut verbintenissenrecht. Namun, terdapat perbedaan pendapat dari beberapa ahli hukum dalam memberikan istilah hukum perikatan. Misalnya, Wirjono Prodjodikoro dan R. Subekti.
1.      Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Asas-asas hukum perjanjian, “het verbintenissenrecht” (bahasa Belanda), jadi verbintenissenrecht oleh Wirjono diterjemahkan menjadi hukum perjanjian, bukan hukum perikatan.
2.      R. Subekti tidak menggunakan istilah hukum perikatan, tetapi menggunakan istilah perikatan sesuai dengan judul Buku III KUH Perdata tentang perikatan. Dalam bukunya pokok-pokok Hukum Perdata, R. Subekti menulis perkataan perikatan (verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan perjanjian, sebab didalam Buku III KUH Perdata memuat tentang pikiran perikatan yang timbul dari :
1.      Persetujuan atau perjanjian;
2.      Perbuatan yang melanggal hukum;
3.      Pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (Zaakwaarnemiing).
Perjanjian dalam bahasa Belanda disebut overeenkomst, sedangkan hukum perjanjian disebut overeenkomstenrecht. Sementara itu, pengertian perikatan lebih luas dari perjanjian, perikatan dapat terjadi karena
1.      Perjanjian (kontrak), dan
2.      Bukan dari perjanjian (dari undang-undang)
Perjanjian adalah peristiwa dimana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan suatu hal. Dari perjanjian ini maka timbulah suatu pristiwa berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak. Hubungan hukum ini yang dinamakan perikatan.
Dengan kata lain, hubungan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan. Perjanjian merupakan salah satu sumber yang paling banyak menimbulkan perikatan, karena hukum perjanjian menganut sistim terbuka. Oleh karena itu, setiap anggota masyarakat bebas untuk mengadakan perjanjian.

II.                Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber sebagai berikut.
1.      Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
2.      Perikatan yang timbul dari undang-undang
Perikatan yang timbul dari undang-undang dapat dibagi menjadi dua, yakni perikatan yang terjadi karena undang-undang semata dan perikatan yang terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia.
a.       Perikatan yang terjadi akibat undang-undang semata, misalnya kewajiban orang tua untuk memelihara dan mendidik anak-anak, yaitu hukum kewarisan.
b.      Perikatan yang terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia menurut hukum terjadi karena perbuatan yang diperbolehkan (sah) dan yang bertentangan dengan hukum (tidak sah).
3.      Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwaarneming).

III.             Asas-asas Hukum Perikatan
1.      Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Dengan demikian, cara ini dikatakan sistem terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.
2.      Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
Dengan demikian, asas konsensualisme lazim disimpulkan dalam pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah kata sepakat antara pihak yang mengikatkan diri, cakap untuk membuat suatu perjanjian, mengenai suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal.

IV.              Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bias hapus jika memenudi kriteria-kriteria dengan pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara pnghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
a.       Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela;
b.      Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
c.       Pembaharuan utang;
d.      Perjumpaan utang atau kompensasi;
e.       Pencampuran utang;
f.        Pembebasan utang;
g.       Musnahnya barang yang terutang;
h.      Batal/pembatalan;
i.         Berlakunya suatu syarat batal;
j.         Lewat waktu.

Sumber  :

-   Advendi Simangungsong, Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonomi, PT Grasindo, Jakarta,2007.
-          Neltje F. Katuuk, 1994, Diktat Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis, Universitas Gunadarma, Jakarta.

Komentar

Postingan Populer