Aspek Hukum dalam Ekonomi
Ani Findriyanti (21213039)
HUKUM PERDATA
1.
HUKUM
PERDATA YANG BERLAKU DI INDONESIA
1.1.
Sejarah Singkat Hukum Perdata yang Berlaku di
Indonesia
Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata yang
saat ini berlaku di Indonesia, tidak
lepas dari Sejarah Hukum Perdata Eropa.
Bermula di benua Eropa, terutama di
Eropa kontinentral berlaku Hukum Perdata
Romawi, disamping adanya Hukum tertulis dan Hukum kebiasaan setempat.
Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu sebagai Hukum asli dari
negara-negara di Eropa, oleh karena keadaan hukum di Eropa kacau-balau, dimana
tiap-tiap daerah selain mempunyai peraturan –peraturan sendiri, juga setiap
peraturan daerah itu berbeda-beda.
Oleh karena adanya perbedaan ini jelas
bahwa tidak ada suatu kepastian hukum. Akibat ketidak puasan, sehingga orang
mencari jalan kearah adanya kepastian hukum, kesatuan hukum dan keseragaman
hukum.
Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon
terhimpunlah Hukum Perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama “Code Civil des Francais” yang dapat juga
disebut “Code Napoleon”, karena Code
Civil des Francais ini merupakan sebagaian dari Code Napoleon.
Sebagai petunjuk penyusunan Code Civil ini
dipergunakan karangan dari beberapa ahli hukum antara lain Dumoulin, Domat dan
Pothies, disamping itu juga dipergunakan Hukum Bumi Puera Lama, Hukum Jernonia,
Hukum Cononiek.
Dan mengenai peraturan-peraturan hukum
yang belum ada di jaman Romawi antara lain masalah wessel, assuransi,
badan-badan hukum. Akhirnya pada zaman Aufklarung (Jaman baru setelah abad
pertengahan) akhirnya dimuat pada kitab Undang-Undang tersendiri dengan nama “Code de Commerce”.
Sejalan dengan adanya penjajahan oleh
bangsa Belanda (1809-1811), maka raja Lodewijk Napoleon menetapkan : “Wetboek Napoleon Ingeright Voor het
Koninkrijk Holland” yang isinya mirip dengan “Code Civil des Francais atau
Code Napoleon” untuk dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Nederland).
Setelah berakhirnya penjajahan dan
dinyatakan Nederland disatukan dengan Prancis pada tahun 1811, Code Civil des Francais atau Code Napoleon ini tetap berlaku di
Belanda (Nederland).
Oleh karena perkembangan jaman, dan
setelah beberapa tahun kemerdekaan Belanda (Nederland) dari Prancis ini,
bangsaa Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan kodefikasi dari Hukum
Perdatanya. Dan tepatnya 5 Juli 1830 kedefikasi ini selesai dengan terbetuknya
BW (Birgerlijk Wetboek) dan WVK (Wetboek Van Koophandle) ini adalah produk
Nasional-Nederland namun isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan Code Civil des Francais dan Code de Commerce.
Dan pada tahun 1948, kedua Undang-Undang
produk Nasional-Nederland ini diberlakukan di Indoenesia berdasarkan azas
koncordantie (azas Politik Hukum).
Sampai sekarang kita kenal dengan nama
KUH sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlijk Wetboek). Sedangkan KUH dagang untuk WVK
(Wetboek Van Koophandle).
1.2.
Pengertian dan Keadaan Hukum
Perdata di Indonesia
Yang
dimaksud dengan Hukum Perdata adalah Hukum yang mengatur hubungan antara perorangan
didalam masyarakat.
Perkataan
Hukum Perdata dalam arti yang luas meliputi semua Hukum Privat materiil dan
dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana.
Untuk
Hukum Privat materiil ini ada juga yang menggunakan dengan perkataan hukum
sipil, tapi oleh karena perkataan sipil juga digunakan sebagai lawan dari
militer maka yang lebih umum digunakan nama Hukum Perdata saja, untuk seganap
peraturan Hukum Privat materiil (Hukum Perdata Materiil).
Dan
pengertian dari Hukum Privat (Hukum Perdata Materiil) adalah hukum yang memuat
segala peraturan yang mengatur hubungan antara perseorangan didalam masyarakat
dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan. Dalam arti bahwa didalamnya
terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan sesuatu pihak secara timbal balik
dalam hubungannya terhadap oaring lain didalam suatu masyarakat tertntu.
Disamping
Hukum Privat Materiil, juga dikenal Hukum Perdata Formil yang lebih dikenal
sekarang yaitu HAP (Hukum Acara Perdata) atau proses perdata yang artinya hukum
yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana cara melaksanakan praktek
di lingkungan pengadilan perdata.
Didalam
pengertian sempit kadang-kadang Hukum Perdata ini digunakan sebagai lawan Hukum
Dagang.
Keadaan
Hukum Perdata Dewasa ini di Indonesia
Mengenai keadaan Hukum Perdata dewasa ini
di Indonesia dapat kita katakan masih bersifat majemuk yaitu masih beraaneka
warna. Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu :
1. Faktor
Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum adat bangsa Indonesia, karena negara
kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
2. Faktor
Hostia Yuridis yang dapat kita lihat, pada pasal 163.I.S yang membagi penduduk
Indonesia dalam 3 Golongan yaitu :
a. Golongan
Eropa dan dipersamakan.
b. Golongan
Bumi Putera (pribumi/ bangsa Indonesia asli) dan dipersamakan.
c. Golongan
Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).
Dan pasal 163.I.S yaitu mengatur
hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yang tersebut dalam
pasal 163.I.S di atas.
Adapun hukum yang diberlakukan bagi
masing-masing golongan yaitu :
a. Bagi
golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang
Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda
berdasarkan azas konkordasi.
b. Bagi
golongan Bumi Putera (Indonesia asli) dan yang dipersamakan berlaku Hukum Adat
mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku dikalangan rakyat, dimana
sebagian besar dari Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam
tindakan-tindakan rakyat.
c. Bagi
golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab) berlaku hukum masing-masing,
dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timut Asing (Cina, India, Arab) diperbolehkan
untuk menundukkan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun
untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu saja.
-
Maksudnya untuk segala golongan warga
negara berlainan satu dengan yang lain. Dapat kita lihat :
a. Untuk
Golongan Bangsa Indonesia Asli
Berlaku Hukum Adat
yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku dikalangan rakyat, hukum yang
sebagian besar yang masih belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan
rakyat mengenai segala hal di dalam kehidupan
kita dalam masyarakat.
b. Untuk
golongan warga negara bukan asli yang berasal dari Tionghoa dan Eropa.
Berlaku kitab KUHP
(Burgerlijk Wetboek) dan KUHD (Wetboek Van Koophandle), dengan satu pengertian
bahwa bahwa bagi golongan Tionghoa ada suatu penyimpangan, yaitu pada bagian 2
dan 3 dari TITEL IV dari buku I tentang :
-
Upacara yang mendahului pernikahan dan
mengenai penahanan pernikahan. Hal ini tidak berlaku bagi golongan Tionghoa.
Karena pada mereka diberlakukan khusus yaitu Burgerlijke Stand, dan peraturan
mengenai pengangkatan anak (adopsi).
Selanjutnya untuk golongan warga negara bukan asli
yang bukan berasal dari Tionghoa atau Eropa (antara lain Arab, India dan yang
lainnya) berlaku sebagai BW dari yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai Hukum
Kekayaan Harta Benda (Vermorgensrecht), jadi tidak mengenai Hukum Kepribadian
dan Kekeluargaan (Person en Familierecht) maupun yang mengenai Hukum Warisan.
Untuk memahami Hukum Perdata di Indonesia perlukah
kita mengetahui riwayat politik pemerintah Hindia Belanda terlebih dahulu
terhadap hukum di Indonesia.
Pedoman politik bagi pemerintah Hindia Belanda
terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131 (I.S) (Indische
Staatregeling) yang sebelumnya pasal 131 (I.S) yaitu pasal 75 RR
(Regeringsreglement) yaitu pokok-pokoknya sebagai berikut :
1. Hukum
Perdata dan Dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan
Hukum Acara Pidana harus diletakkan dalam Kitab Undang-Undang yaitu di
Kodefikasi).
2. Untuk
golongan bangsa Eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri
Belanda (sesuai azas konkordansi).
3. Untuk
golongan bangsa Indonesia asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab dan
lainnya) jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya,
dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka.
4. Orang
Indonesia Asli dan Orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah
suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri
pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa,. Penundukan ini boleh dilakukan
baik secara umum maupun secara hanya mengenai suatu perbuatan tertentu saja.
5. Sebelumnya
hukum untuk bangsa Indonesia ditulis didalam Undang-Undang, maka bagi mereka
itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum
Adat.
Berdasarkan pedoman tersebut diatas, dijaman Hindia
Belanda itu telah ada beberapa peraturan Undang-Udang Eropa yang telah
dinyatakan berlaku unntuk bangsa Indonesia asli, seperti pasal 1601-1603 lama
dari BW yaitu perihal :
-
Perjanjian kerja perburuhan :
(staatsblat 1879 no 256)
-
Pasal 1788-1791 BW perihal hutang-hutang
dari perjudian (staatsbad 1907 no 306)
-
Dan beberapa pasal dari WVK (KUHD) yaitu
sebgian besar dari Hukum Laut (Stratsblad 1933 no 49)
Di samping itu ada
peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia seperti :
-
Ordonasi Perkawinan bangsa Indonesia
Kristen (staatsblad 1933 no 74)
-
Organisasi tentang Maskapai Andil
Indonesia (IMA Staatsblad 1939 no 570 berhubungan dengan no 717).
Dan ada pula
peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga negara yaitu :
-
Undang-UndangHak Pengarang (Aurteurswet
tahun1912)
-
Peraturan Umum Tentang Koperasi
(Staatblad 1933 no 108)
-
Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no
523)
-
Ordonansi tentang pengangkutan di udara
(Staatsblad 1938 no 98)
1.3 Sistematika
Hukum Perdata
Sistematika Hukum Perdata kita (BW) ada dua
pendapat. Pendapat pertama yaitu, dari pemberlaku Undang-Undang berisi :
Buku
I :
Berisi mengenai orang. Didalamnya diatur hukum tentang diri seseorang dan hukum kekeluargaan.
Buku
II :
Berisi tentang hal benda. Dan di dalamnya diatur hukum kebendaan dan hukum
waris.
Buku
III : Berisi tentang hal perikatan. Didalamnya
diatur hak-hak dan kewajiban timbal balik antara orang-orang atau pihak-pihak
tertentu.
Buku
IV : Berisi tentang pembuktian dan daluwarsa. Di
dalamnya diatur tentang alat-alat pembuktian dan akibat-akibat yang timbul dari
adanya daluwarsa tersebut.
Pendapat
kedua menurut Ilmu Hukum/ Doktrin dibagi dalam 4 bagian yaitu :
I.
Hukum tentantang diri sectoring
(pribadi)
Mengatur
tentang manusia sebaagai subyek dalam hukum, mengatur tentang perihal kecakapan
untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan
hak-hak itu dan selanjutnya tentang hal-hal yang mempengaruhi
kecakapan-kecakapan itu.
II.
Hukum Kekeluargaan
Mengatur
perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan yaitu :
-
Perkawinan beserta hubungan dalam
lapangan hukum kekayaan antara suami dengan istri, hubungan antara orang tua
dan anak, perwalian dan curatele.
III.
Hukum Kekayaan
Mengetur
perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Jika kita
mengatakan tentang kekayaan sectoring
maka yang dimaksudkan ialah jumlah dari segala hak dari kewajiban orang itu
dinilaikan dengan uang.
Hak-hak
kekayaan terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap-tiap orang, oleh
kerenanya dinamakan Hak Mutlak dan hak yang berlaku terhadap seseorang atau
pihak tertentu saja dan karenanya dinamakan hak perseorangan.
Hak
mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan
hak kebendaan.
Hak
mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat.
-
Hak seseorang pengarang atas karangannya
-
Hak seseorang stas suatu pendapat dalam
lapangan Ilmu Pengetahuan
atau
hak pedagang untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak mutlak
saja.
IV.
Hukum Warisan
Mengatur
tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal. Disamping itu Hukum
Warisan mengatur akibat-akibat dari hubungan kekeluargaan terhadap harta
peninggalan seseorang.
Sumber :
Neltje
F. Katuuk, 1994, Diktat Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis, Universitas
Gunadarma, Jakarta.
Komentar
Posting Komentar